Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia

Ilustrasi Mitigasi Risiko di Laut (https://www.dutalayarterkini.biz.id/)


JAKARTA – Operasi pelayaran di perairan Indonesia maupun internasional selalu dihadapkan pada potensi kecelakaan yang beragam. Mulai dari insiden kebakaran, tabrakan antar kapal, kandas, kebocoran lambung hingga tenggelamnya kapal akibat masuknya air dalam jumlah besar. Dalam situasi seperti ini, aspek keselamatan jiwa menjadi prioritas utama yang tidak bisa ditawar.

Untuk itu, pemahaman terhadap prosedur keselamatan serta keterampilan bertahan hidup di laut bukan hanya sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama bagi setiap personel kapal.

Petunjuk Keselamatan: Antisipasi Situasi Darurat dengan Cepat dan Tepat

Petunjuk keselamatan di kapal memuat langkah-langkah kritis yang harus diambil dalam kondisi darurat. Mulai dari penggunaan peralatan keselamatan seperti jaket pelampung, rakit penolong (life raft), hingga sekoci penyelamatan, setiap awak kapal dituntut mampu mengoperasikan peralatan ini secara efisien.

Selain itu, kemampuan memberikan pertolongan kepada korban serta tindakan terorganisir saat evakuasi—baik ketika terjun ke laut maupun saat berada di atas sekoci—merupakan bagian dari standar keselamatan yang harus dikuasai.

“Kecelakaan di laut tak mengenal waktu. Latihan dan kesiapsiagaan menjadi pembeda antara selamat atau tidaknya nyawa manusia,” ungkap salah satu instruktur keselamatan pelayaran di sebuah lembaga diklat pelaut.

SOLAS dan Kewajiban Global dalam Menyelamatkan Jiwa

Indonesia sebagai negara anggota International Maritime Organization (IMO) turut meratifikasi konvensi internasional SOLAS (Safety of Life at Sea). Dalam regulasi ini, tertuang secara jelas tanggung jawab setiap pelaut untuk memberikan bantuan terhadap siapa pun yang berada dalam situasi bahaya di laut.

SOLAS Bab V, Regulasi 10, menjadi dasar hukum yang mewajibkan pelaut untuk tidak mengabaikan berita bahaya dan segera menindaklanjuti prosedur penyelamatan.

Prinsip Bertahan Hidup di Laut: Antara Kesiapan Mental dan Fisik

Dalam situasi darurat, kemampuan bertahan hidup menjadi elemen penting. Berdasarkan pedoman pelatihan keselamatan laut, terdapat beberapa prinsip yang wajib dipahami:

  • Kendalikan kepanikan dan tetap rasional dalam mengambil keputusan.

  • Gunakan peralatan keselamatan sesuai fungsinya, jangan dibuang atau ditanggalkan.

  • Hindari terjun ke laut jika tidak diperlukan.

  • Jangan melompat dari ketinggian melebihi 4,5 meter jika menggunakan jaket penolong.

  • Jaga energi saat terapung, hindari dehidrasi dengan tidak mengonsumsi air laut atau cairan tubuh sendiri.

  • Manfaatkan peralatan survival yang tersedia di kapal seperti termosuit atau makanan darurat.

Pengetahuan ini menjadi krusial terutama saat penyelamatan memerlukan waktu berhari-hari sebelum bantuan datang.

Jenis-jenis Peralatan Penyelamatan yang Harus Diketahui

Dalam dunia pelayaran, dikenal sejumlah peralatan penyelamatan jiwa yang wajib tersedia di atas kapal, antara lain:

  • Sekoci Penyelamatan (Rescue Boat): Didesain untuk menyelamatkan korban "Man Overboard" dan menjadi pusat koordinasi penyelamatan.

  • Life Raft (Rakit Kembung): Alat apung fleksibel berisi gas yang digunakan dalam evakuasi massal.

  • Free Fall Lifeboat: Sekoci yang dapat diluncurkan dengan cara jatuh bebas dari buritan kapal.

  • Life Buoy: Pelampung berbentuk cincin untuk menolong korban di air.

  • Immersion Suit: Pakaian khusus anti air dan dingin, mencegah hilangnya suhu tubuh saat terapung di laut.

  • Thermal Protective Aids (TPA): Kantong isolasi termal untuk mempertahankan suhu tubuh.

Pelatihan SOLAS dan STCW: Fondasi Profesionalisme Awak Kapal

Standar pelatihan internasional seperti STCW 1978 Amandemen 1995, terutama pada bagian VI-I, menjadi rujukan penting dalam membentuk kompetensi pelaut di bidang keselamatan. Dalam praktiknya, pelatihan ini dilakukan di lembaga diklat yang diakui oleh pemerintah dan mencakup simulasi nyata di laut.

Salah satu bagian penting dalam pelatihan ini adalah lifeboat drill—yakni latihan evakuasi menggunakan sekoci yang wajib dilakukan minimal setiap tiga bulan. Awak kapal dituntut mengetahui titik kumpul (muster station), prosedur meninggalkan kapal, serta langkah-langkah saat berada di atas air maupun sekoci.

“Tidak cukup hanya tahu teori. Latihan rutin di atas kapal adalah keharusan. Dalam keadaan darurat, insting akan mengambil alih, dan itu hanya terbentuk dari kebiasaan latihan,” jelas salah satu Chief Officer kapal kargo berbendera Indonesia.

Penutup: Menjaga Keselamatan Adalah Tanggung Jawab Kolektif

Penyelamatan jiwa di laut tidak hanya soal alat dan regulasi. Ini adalah hasil dari kombinasi pengetahuan, kesiapan mental, pelatihan teknis, dan komitmen moral setiap insan pelaut. Dalam konteks industri pelayaran modern, keselamatan bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan budaya yang harus tertanam kuat dalam setiap operasi kapal.

Dengan mengedepankan standar internasional dan komitmen pada pelatihan berkelanjutan, Indonesia berpeluang memperkuat posisinya sebagai bangsa maritim yang unggul, berdaya saing, dan bertanggung jawab.

Baca Juga
Tag:
Berita Terbaru
  • Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia
  • Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia
  • Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia
  • Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia
  • Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia
  • Mitigasi Risiko di Laut: Meningkatkan Kompetensi Keselamatan bagi Pelaut Indonesia
Posting Komentar
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad